Rabu, 21 Juni 2017

RELAWAN MENATA MASA DEPAN

Sungguh, roda kehidupan itu berputar terus, mengikuti jalannya sang waktu. Begitu juga dengan umur manusia. Pelahan tapi pasti, semua akan berubah tanpa bisa diubah. Begitu pun relawan kemanusiaan yang aktivitasnya menolong sesama tanpa pamrih. Harus menyiapkan diri, menata hidup dan penghidupannya, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat.

Jika tidak ingin terlindas oleh kerasnya hidup, mau tidak mau relawan harus berbenah, suka tidak suka harus mengurangi aktivitas kemanusiaannya, fokus kepada keluarga, kepada anak-anaknya yang beranjak dewasa, semakin banyak pula keperluan hidup yang harus dipenuhi.

Ingat, jangan sampai relawan yang biasanya mengevakuasi korban bencana, dimasa tuanya yang renta ganti (minta) di evakuasi karena ketidak berdayaan diri. Audzu billah hi mindzalik, sungguh tragis jika terjadi.

Untuk itulah, tidak ada salahnya jika relawan yang sudah dewasa, yang sudah berani membangun rumah tangga, segera menyiapkan ‘ubo rampe’ kehidupan agar nantinya tidak terpuruk karena bergelut dengan aksi-aksi kemanusiaan, sehingga menjadi sasaran evakuasi relawan lain.

Caranya?. Cepat putar haluan, janganlah habiskan waktu dengan menggeluti dunia kesukarelawan, mengabaikan kualitas hidup keluarga. Sungguh kegiatan relawan itu murni mengandalkan otot dan otak tanpa imbalan yang sesuai sebagai jaminan bari tua. Semua penting dilakukan agar terhindar dari bencana keluarga.

Untuk relawan yang secara ekonomi sudah mapan, mungkin tidak masalah berkecimpung terus di dunia kerelawanan sampai tua, sampai ajal menjemput di ujung senja.

Tapi, bagi relawan yang serba pas-pasan. Ya harus segera membagi waktu untuk berbenah diri, menggeluti usaha ekonomi produktif yang bisa mensejahterakan keluarga, pun mendukung aktivitas kemanusiaan. Mungkin, dengan menggeluti sektor nonformal, bermain di ceruk ekonomi mikro.

Kata Sang motivator kehidupan, asal jeli menangkap peluang, dan diikuti tekat yang kuat untuk sukses, pasti akan memetik hasilnya. Inilah mungkin, kata sakti yang bisa dijadikan azimat bagi relawan yang sudah waktunya mundur karena umur.

Tentu, kondisi yang demikian pastilah sudah diantisipasi oleh kawan-kawan relawan. Bahkan mungkin sudah ada yang berhasil, sehingga aktivitas kerelawanannya bisa berlanjut terus, tanpa mengganggu stabilitas ekonomi rumah tangganya.

Memang, jiwa kerelawanan dan rasa peduli pada sesama itu tidak lekang oleh waktu. Diusia senja pun relawan tetaplah relawan. Namun tidaklah harus turun langsung ke medan juang mengevakuasi korban saat tanggap bencana. Cukuplah dengan memberi masukan dan saran kepada relawan muda yang akan melanjutkan kiprahnya sebagai relawan tangguh.

Relawan sepuh yang kaya pengalaman dan ilmu, hendaknya berkenan berbagi kepada yuniornya, transfer ilmu dan pengalaman sebagai bentuk kaderisasi alami.

Sebagai bentuk sedekah ilmu dan pengalaman di penghujung pengabdian. Karena, secara kodrati masa depan itu milik generasi mendatang. Mau tudak mau, seiring berjalannya usia, semua pasti berubah, akan digantikan oleh yang muda.

Ingatlah, kerja-kerja kemanusiaan itu unik, “Berhasil tidak dipuji, Gagal dimaki, Menderita salah sendiri”. Untuk itulah mari berbenah diri melalui introspeksi selagi masih ada waktu untuk memulai upaya menemukan makna kehidupan untuk menata masa depan relawan yang mandiri. Salam lestari, damai dihati, damai dibumi. [eBas].


Tidak ada komentar:

Posting Komentar