Kemarin, Cak Orien Haryono, sesepuh
Pecinta Alam Kota Malang memberitahu bahwa dia sedang menyelamatkan sumber mata
air yang ada di sungai, yang mengalir di daerah Wendit Lanang, Kecamatan Pakis,
Kabupaten Malang.
Secara swadaya, berbekal rasa kepedulian terhadap pelestarian
alam, Cak Orien Haryono beserta kawan-kawannya, ‘cancut tali wondo’, membersihkan sungai dari sampah domestik.
Sampah plastik yang paling banyak. Hasilnya pun signifikan. Pertanyaannya
kemudian, akan diapakan sampah itu ?, dana apakah kelakuan Cak Orien Haryono itu
akan diteruskan oleh warga setempat dengan menjaga kebersihan lingkungan sungai
?.
Sungguh, apa yang dilakukan Cak Orien Haryono, dan mungkin komunitas
lain yang peduli pelestarian alam, merupakan upaya nyata penyelamatan
lingkungan dari ancaman krisis air tanah yang
berdampak pada krisis pangan, krisis energi dan lain-lain.
Tampaknya kelakuan mereka itu mirip dengan Sekolah Sungai
yang digagas BNPB. Bedanya mungkin hanya pada dukungan dana. Cak Orien Haryono
dan kawan-kawan dananya berdasar urunan swadana dan kesadaran, sementara BNPB
berdasar program kerja yang dianggarkan jutaan rupiah dalam APBN.
Dalam Sekolah Sungai, konon, yang ditekankan adalah
mengedukasi untuk mengubah kultur, yaitu
bagaimana merubah budaya agar masyarakat menghargai dan mengelola sungai dengan baik, penyadaran perilaku membuang
sampah, dan pemukiman liar di bantaran sungai. Inilah tantangan yang komplek,
yang dihadapi Sekolah Sungai, dan tidak mudah mengatasinya.
Sekolah Sungai pun bertujuan menumbuhkan komitmen dan
meningkatkan kapasitas dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya air dan
sungai di daerahnya dalam rangka gerakan pengurangan resiko bencana.
Terciptanya jejaring komunitas pinggir sungai dengan berbagai pihak serta
pengkaderan dalam memperkuat dan mengembangkan gerakan pengurangan resiko
bencana.
Untuk itulah, Lilik Kurniawan, S.T., M.Si, Direktur
Pengurangan Risiko Bencanaseorang pejabat di BNPB, mengatakan, gerakan Sekolah Sungai harus melibatkan ketokohan untuk
implementasinya, serta pemerintah setempat dalam mengawal program pemberdayaan masyarakat untuk melakukan gerakan
pengurangan risiko bencana, serta meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat dan pelaku kebencanaan (relawan).
Dalam sebuah seminar yang diselenggarakanoleh BNPB dikatakann
bahwa, masalah penanggulangan bencana bukanlah masalah sektoral, tetapi masalah
multi sektor karena terkait dengan kemiskinan, budaya, dan lingkungan hidup.
Sementara di Indonesia, tidak ada tempat yang benar-benar aman dari
bencana.
Ya,
Hujan, Kekeringan, Banjir, Kebakaran hutan, Longsor, Angin puting beliung,
Gelombang tinggi, adalah beberapa contoh bencana Hidrometeorologi. Penyebab
utamanya adalah kerusakan lingkungan yang masif akibat penurunan daya dukung
dan daya tampung lingkungan karena pesatnya pembangunan dan pertambahan
penduduk.
Untuk itu, upaya penurunan indeks resiko bencana melalui
program pengurangan risiko bencana terus digalakkan melalui upaya nyata, yakni
dengan gerakan yang melibatkan semua pihak berbasis masyarakat lokal, diantaranya
melalui program Sekolah Sungai dengan aksi nyata memelihara sumber mata air dan
budi daya daerah bantaran sungai dengan berbagai tanaman pelindung yang
bermanfaat.
Bisa juga mengusahakan perikanan air tawar dengan sistem
karamba yang dikelola kelompok masyarakat sekitar untuk meningkatkan gizi jika
dikonsumsi. Bisa juga menjadi komoditi desa yang bisa menambah pendapatan
keluarga dan menggerakkan ekonomi kerakyatan.
Sungguh, apa yang dilakukan Cak Orien Haryono dan komunitas peduli linkungan itu, sangat
mendukung program Sekolah Sungai. Sehingga perlu dirangkul untuk bersama-sama melakukan
pendampingan, mempercepat tumbuhnya kesadaran akan pentingnya menjaga sungai,
menjaga sumber mata air demi keberlangsungan hidup.
Hal ini penting, karena banyak contoh program pemerintah yang
berbau pemberdayaan masyarakat, berantakan di tengah jalan manakala pemerintah
berhenti menyusui dengan anggaran APBN/APBD. Tidak menutup kemungkinan program
sekolah gunung, sekolah hutan dan mungkin desa tangguh bencana, juga akan
bernasib sama.
Padahal, konon program membangun ketangguhan bangsa
menghadapi bencana itu tidak mungkin dibangun secara instan. Perlu komitmen
berbagai pihak, guna memupuk semangat gotong royong, menuju masyarakat mandiri
dan tidak selalu tergantung pada pihak lain. Tentunya, dengan dukungan dana
yang terukur dan tepat sasaran untuk penguatan dan pemandirian program.
Tetap semangat Cak Orien Haryono dan kawan-kawan komunitas
peduli lingkungan. Semoga pilihan pengabdianmu untuk lingkungan dan kemanusiaan,
menjadi ladang ibadahmu. Semoga kelakuanmu bisa menginspirasi upaya membangun
ketangguhan bangsa menghadapi bencana. [eBas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar