Selasa, 10 Oktober 2017

UPAYA PENGURANGAN DAMPAK BANJIR DAN LONGSOR

Sebentar lagi musim penghujan datang. Lahan kerontang pun kembali basah. krisis air bersih yang melanda sejumlah daerah pun segera teratasi dengan turunnya hujan. Aneka tanaman tumbuh subur dan menghijau. Bahaya kebakaran dan kekeringan berganti dengan ancaman bencana banjir, longsor dan angin puting beliung.

Di beberapa daerah sudah mulai turun hujan. Banjir dan longsor pun juga sudah menampakkan kesombongannya, merusak segala yang dilewati, bahkan korban nyawa pun mulai berjatuhan. Kian buruknya kondisi lingkungan membuat hujan yang seharusnya menjadi rahmat, justru sering kali berubah menjadi bencana. Lagi-lagi, faktor penyebabnya adalah manusia yang lalai dan tak ramah terhadap lingkungan

Banjir dan longsor disebabkan curah hujan yang tinggi dan daerah resapan semakin sedikit. Juga dikarenakan terjadinya percepatan sedimentasi akibat kebiasaan buang sampah di sungai. Belum lagi terjadinya penggundulan hutan yang tidak terkontrol.

Terjadinya bencana alam itu tidak dapat dicegah, namun masyarakat bisa meminimalisir kerugian akibat bencana, baik kerugian materi maupun kerugian jiwa. Dalam penanganan bencana pemerintah menjadi penanggung jawab utama, namun dalam pelaksanaanya  dibantu berbagai pihak termasuk relawan. Baik di saat pra bencana, tanggap bencana, maupun pasca bencana.

Untuk itulah masyarakat dihimbau meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan akan datangnya potensi bencana. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat perlu melakukan langkah preventif untuk mencegah terjadinya korban jiwa akibat banjir dan longsor di musim penghujan ini.

Salah satunya adalah dengan melakukan sosialisasi kepada warga yang tinggal di daerah aliran sungai dan perbukitan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya bencana dimusim hujan.

Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana banjir dan longsor harus mendapat edukasi tentang tanda-tanda akan terjadinya banjir dan longsor agar cepat mengungsi ke tempat evakuasi yang telah ditentukan  jika terjadi bencana.

Dengan kata lain, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana  perlu meningkatkan kewaspadaan. Tak hanya itu, mereka juga harus disiplin dan taat bila pemerintah mengevakuasi ke tempat yang lebih aman. Karena, dibanyak kasus, akibat sering mengabaikan peringatan, banyak nyawa tewas terkubur longsoran.

Meningkatkan kesadaran masyarakat desa terhadap potensi ancaman di wilayahnya sesuai konsep masyarakat tangguh bencana. Dimana,  Indikatornya adalah, Mampu menyerap informasi bahkan mengembangkannya dengan menggunakan pitutur kuno, “Nonton, Niteni, Nirokke, Nambahi, Nemokke”, Mampu untuk mengantisipasi, Mampu melawan (melindungi diri) atau menghindar, Mampu beradaptasi, Mampu pulih kembali lebih baik dan lebih aman

Untuk itulah BNPB menelorkan gerakan perungurangan risiko bencana, yaitu Sebuah proses pemberdayaan komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan, dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana.

Tinggal bagaimana BNPB/BPBD merangkul keberadaan relawan untuk diajak kerja bareng melakukan upaya sosialisasi pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim. Harapannya di musim penghujan ini dampak bencana hidro meteorologi seperti banjir, dan longsor bisa dikurangi.

Demikian hasil NGOPi (NGObrol Pintar) di joglo Kadiren, tentang upaya membangun ketangguhan bangsa menghadapi bencana dengan mengutamakan keswadayaan masyarakat. Tinggal bagaimana mensinergikan gerak langkah antara masyarakat (dalam hal ini relawan penanggulangan bencana), pemerintah (dalam hal ini BNPB/BPBD), dan Dunia Usaha untuk melakukan gerakan mitigasi dan kesiapsiagaan. Wallahu a’lam bishawab. Salam Tangguh.[eBas]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar