Sebentar lagi musim penghujan datang.
Lahan kerontang pun kembali basah. krisis air bersih yang melanda sejumlah
daerah pun segera teratasi dengan turunnya hujan. Aneka tanaman tumbuh subur
dan menghijau. Bahaya kebakaran dan kekeringan berganti dengan ancaman bencana
banjir, longsor dan angin puting beliung.
Di beberapa daerah sudah mulai turun
hujan. Banjir dan longsor pun juga sudah menampakkan kesombongannya, merusak
segala yang dilewati, bahkan korban nyawa pun mulai berjatuhan. Kian buruknya
kondisi lingkungan membuat hujan yang seharusnya menjadi rahmat, justru sering
kali berubah menjadi bencana. Lagi-lagi, faktor penyebabnya adalah manusia yang
lalai dan tak ramah terhadap lingkungan
Banjir dan longsor disebabkan curah
hujan yang tinggi dan daerah resapan semakin sedikit. Juga dikarenakan
terjadinya percepatan sedimentasi akibat kebiasaan buang sampah di sungai.
Belum lagi terjadinya penggundulan hutan yang tidak terkontrol.
Terjadinya bencana alam itu tidak dapat
dicegah, namun masyarakat bisa meminimalisir kerugian akibat bencana, baik
kerugian materi maupun kerugian jiwa. Dalam penanganan bencana pemerintah
menjadi penanggung jawab utama, namun dalam pelaksanaanya dibantu berbagai pihak termasuk relawan. Baik
di saat pra bencana, tanggap bencana, maupun pasca bencana.
Untuk itulah masyarakat dihimbau
meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan akan datangnya potensi bencana. Pemerintah
daerah dan pemerintah pusat perlu melakukan langkah preventif untuk mencegah
terjadinya korban jiwa akibat banjir dan longsor di musim penghujan ini.
Salah satunya adalah dengan melakukan
sosialisasi kepada warga yang tinggal di daerah aliran sungai dan perbukitan
untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya bencana dimusim
hujan.
Masyarakat yang tinggal di daerah rawan
bencana banjir dan longsor harus mendapat edukasi tentang tanda-tanda akan
terjadinya banjir dan longsor agar cepat mengungsi ke tempat evakuasi yang
telah ditentukan jika terjadi bencana.
Dengan kata lain, masyarakat yang
tinggal di daerah rawan bencana perlu meningkatkan kewaspadaan. Tak hanya
itu, mereka juga harus disiplin dan taat bila pemerintah mengevakuasi ke tempat
yang lebih aman. Karena, dibanyak kasus, akibat sering mengabaikan peringatan,
banyak nyawa tewas terkubur longsoran.
Meningkatkan kesadaran masyarakat desa
terhadap potensi ancaman di wilayahnya sesuai konsep masyarakat tangguh
bencana. Dimana, Indikatornya
adalah, Mampu menyerap informasi bahkan mengembangkannya dengan menggunakan
pitutur kuno, “Nonton, Niteni, Nirokke,
Nambahi, Nemokke”, Mampu untuk mengantisipasi, Mampu melawan (melindungi
diri) atau menghindar, Mampu beradaptasi, Mampu pulih kembali lebih baik dan
lebih aman
Untuk itulah BNPB menelorkan gerakan
perungurangan risiko bencana, yaitu Sebuah proses pemberdayaan komunitas melalui pengalaman
mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk
melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian, serta pelibatan dan aksi dari
berbagai pemangku kepentingan, dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan
sesudah terjadi bencana.
Tinggal bagaimana
BNPB/BPBD merangkul keberadaan relawan untuk diajak kerja bareng melakukan
upaya sosialisasi pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim. Harapannya
di musim penghujan ini dampak bencana hidro meteorologi seperti banjir, dan longsor
bisa dikurangi.
Demikian hasil
NGOPi (NGObrol Pintar) di joglo Kadiren, tentang upaya membangun ketangguhan
bangsa menghadapi bencana dengan mengutamakan keswadayaan masyarakat. Tinggal
bagaimana mensinergikan gerak langkah antara masyarakat (dalam hal ini relawan
penanggulangan bencana), pemerintah (dalam hal ini BNPB/BPBD), dan Dunia Usaha
untuk melakukan gerakan mitigasi dan kesiapsiagaan. Wallahu a’lam bishawab. Salam
Tangguh.[eBas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar